Rabu, 15 Mei 2013

Hukum khitanan (sunat) laki-laki & perempuan

Pengertian Khitan
Khitan adalah pembuangan kulit kuncup kelamin pada pria dan perempuan dengan cara memotong kulit kuncup kelamin pria sampai batas leher penis pria dan pada perempuan yaitu memotong, menggores / membuka kulit yang menutupi ujung clitoris, dilakukan dengan methode Konvensional maupun modern.

 Khitan secara bahasa diambil dari kata “ khotana “ yang berarti memotong. Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi terbukA, dan hukumnya wajib.

Sedangkan khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd.

Hukum Khitan Wanita
Para ulama sepakat bahwa khitan wanita secara umum ada di dalam Syari’at Islam. (al-Bayan min Al Azhar as-Syarif: 2/18) Tetapi mereka berbeda pendapat tentang satatus hukumnya, apakah wajib, sunnah, ataupun hanya anjuran dan suatu kehormatan. Hal ini disebabkan dalil-dalil yang menerangkan tentang khitan wanita sangat sedikit dan tidak tegas, sehingga memberikan ruangan bagi para ulama untuk berbeda pendapat. Diantara dalil-dalil tentang khitan wanita adalah sebagai berikut :

Pertama:
Hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ

“Lima hal yang termasuk fitroh yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan memotong kumis.” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (6297 - Fathul Bari), Muslim (3/257 - Nawawi), Malik dalam Al-Muwatha (1927), Abu Daud (4198), At-Tirmidzi (2756), An-Nasa'i (1/14-15), Ibnu Majah (292), Ahmad dalam Al-Musnad (2/229) dan Al-Baihaqi (8/323)]

Bagi yang mewajibkan khitan wanita mengatakan bahwa arti “ fitrah “ dalam hadist di atas perikehidupan yang dipilih oleh para nabi dan disepakati oleh semua Syari’at, atau bisa disebut agama, sehingga menunjukkan kewajiban.

Kedua:
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Bila telah bertemu dua khitan (khitan laki-laki dan wanita dalam jima’-pent) maka sungguh telah wajib mandi (junub)” [Shahih, Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (108-109), Asy-Syafi'i (1/38), Ibnu Majah (608), Ahmad (6/161), Abdurrazaq (1/245-246) dan Ibnu Hibban (1173-1174 - Al Ihsan)]
Kelompok yang berpendapat wajib mengatakan bahwa hadist di atas menyebut dua khitan yang bertemu, maksudnya adalah kemaluan laki-laki yang dikhitan dan kemaluan perempuan yang dikhitan. Hal ini secara otomatis menunjukkan bahwa khitan wanita hukumnya wajib.

Ketiga:
Hadist Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kepada Ummu ‘Athiyah (wanita tukang khitan):

اخْفِضِي، وَلا تُنْهِكِي، فَإِنَّهُ أَنْضَرُ لِلْوَجْهِ، وَأَحْظَى عِنْدَ الزَّوْجِ

“Apabila engkau mengkhitan wanita potonglang sedikit, dan janganlah berlebihan (dalam memotong bagian yang dikhitan), karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi suami.” [Shahih, Dikeluarkan oleh Abu Daud (5271), Al-Hakim (3/525), Ibnu Ady dalam Al-Kamil (3/1083) dan Al-Khatib dalam Tarikhnya 12/291)]

khitan berarti memotong sesuatu bagian tubuh, sementara memotong sesuatu dari tubuh itu diharamkan. Sesuatu yang haram tidak boleh dilakukan kecuali karena sesuatu yang wajib. Dari sini jelas bahwa khitan itu wajib.



Khitan perempuan yang salah & dilarang dalam islam

Menghilangkan semua klitoris dan semua bagian dari bibir kemaluan dalam (labium minora). Cara ini sering disebut infibulation Ini dilarang dalam Islam, karena akan menyiksa wanita dan membuatnya tidak punya hasrat terhadap laik-laki. Cara ini sering dilakukan di Negara-negara Afrika, begitu juga dipraktekan pada zaman Fir’aun, karena mereka mengira bahwa wanita adalah penggoda laki-laki maka ada anggapan jika bagian klitoris wanita di sunat akan menurunkan kadar libido perempuan dan ini mengakibatkan wanita menjadi frigid karena berkurangnya kadar rangsangan pada klitoris.Menghilangkan semua klistoris, dan semua bagian dari bibir kemaluan dalam (labium minora), begitu juga sepasang bibir kemaluan luar (labium mayora). Ini sering disebut clitoridectomy (pemotongan klitoris penuh ujung pembuluh saraf) Ini juga dilarang dalam Islam, karena menyiksa wanita.




Khitan perempuan sebenarnya dalam Islam

Memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klistoris (preputium clitoris). Cara ini dianjurkan dalam Islam, karena akan membersihkan kotoran-kotoran putih yang bersembunyi di balik kulit tersebut atau menempel di bagian klistorisnya atau yang sering disebut (smegma, ini tempat bersarangnya kuman-kuman), sekaligus akan membuat wanita tidak frigid dan bisa mencapai orgasme ketika melakukan hubungan seks dengan suaminya, karena klistorisnya terbuka. Bahkan anehnya di sebagian Negara-negara Barat khitan perempuan semacam ini, mulai populer. Di sana klinik-klinik kesehatan seksual secara gencar mengiklankan clitoral hood removal (membuang kulit penutup klitoris).

Selasa, 14 Mei 2013

Foto-foto penis yang sudah/belum disunat pada laki-laki





Foto-foto perbedaan clitoris pada perempuan yang sudah/belum disunat



Mengetahui tentang waria & gay

Meskipun ada banyak waria dan Gay di Indonesia, pada dasarnya hal itu tetap dianggap sebagai perilaku yang menyimpang. Dengan kata lain Waria dan Gay adalah sosok yang kurang diterima di masyarakat, karena dianggap menyalahi kodrat. Bahkan ada yang menganggap waria sebagai penyakit dalam masyarakat.
Memang, bisa jadi waria dan gay identik dengan kelainan sifat yang dimiliki seorang manusia. Hal itu bisa dilihat dari sifat seorang laki- laki yang berdandan seperti perempuan. Dengan pakaian, cara berjalan dan gaya bicara yang meniru perempun. Selain itu juga perilaku menyimpang seorang Gay yang lebih menyukai sesama pria.
Tetapi, kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan sosok waria dan gay tersebut, yang mungkin hai itu dikarenakan adanya suatu kondisi psikis yang membuatnya mempunyai kelainan seperti itu. Waria dan gay juga manusia biasa yang belum tentu bersifat seperti itu dari kecil. Ada yang mulai menunjukkan sifat kewanitaan dan suka sesama pria justru ketika ia menginjak dewasa.
Meskipun demikian, Waria dan Gay juga berusaha dan ingin untuk bisa sepenuhnya diterima di masyarakat. Bahkan saat ini para waria dan gay sudah membentuk komunitas sendiri seperti yang sering kita dengar. Ikatan Waria Malang (IWAMA) dan Ikatan Gay Malang (IGAMA) adalah 2 contoh komunitas yang ingin diakui keberadaannya dalam masyarakat.
Ada yang mungkin menganggap hal itu suatu kelainan yang tidak pantas untuk dipublikasikan kepada masyarakat dengan adanya ikatan- ikatan tersebut. Karena dianggap justru memberikan kebebasan bagi para waria atau gay untuk tumbuh dan berkembang dalam masyarakat modern yang memegang teguh prinsip agama.

 Tetapi, kalau demikian dikhawatirkan para waria dan gay berfikiran masyarakat mengucilkan dan tidak menganggap keberadaan mereka sebagai sesama manusia biasa dan mematikan kreativitas mereka yang nantinya justru akan menjadi pro dan kontra antara waria atau gay dengan masyarakat umum.
Ada pula yang berpandangan bahwa waria dan gay adalah manusia yang juga layak untuk mendapat dukungan akan keberadaannya dan diakui ke- eksisannya di masyarakat luas. Dengan begitu bisa mengurangi masalah sosial dalam masyarakat.
Namun bagaimanapun juga waria dan gay adalah manusia biasa yang juga memiliki tingkat kestabilan jiwa yang statis. Ada gay yang rela mengeluarkan biaya yang tidak bisa dibilang murah untuk mendapatkan pengakuan atas hubungannya dengan sesama prianya. Mereka menikah diluar negeri karena memang disana sudah ada pengakuan terhadap kaum Gay. Bahkan ada juga waria dan gay yang menjadi ”pramu nikmat” dipinggir- pinggir jalan.






Penulis akui bahwa tak sedikit kaum waria dan gay yang melakukan tindak kriminal dengan membunuh atau merampok teman kencannya. Namun diluar itu juga harus kita akui bahwa tidak semua waria dan gay mempunyai kelakuan yang sama seperti itu. Waria dan Gay masih memiliki sekitar 45% sifat alamiahnya sebagai seorang pria yang kadang muncul pada saat- saat tertentu. Seperti pada saat cemas, tertekan atau bahaya yang mengancam, sifat alamiah tersebut akan muncul sebagai kemampuan untuk melindungi diri sendiri (self diven). Kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan para waria dan gay yang berprofesi sebagai ”penjaja malam” tersebut.
Toh para orang- orang yang menjadi konsumen atau pelanggan waria dan gay juga menikmatinya. Kita tidak bisa memvonis pekerjaan mereka sebagai pekerjaan kotor dan merugikan masyarakat. Mereka- mereka tetap ada dikarenakan masih ada orang- orang yang mau dengan mereka. Jika saja tidak lagi ada yang mau jadi pelanggan mereka, mungkin tidak akan ada lagi mereka- mereka para waria dan gay yang senantiasa memajang dirinya di lampu- lampu merah, tempat- tempat mangkal dan lainnya.




Sesungguhnya jika kita sama- sama menyadari arti dari penyakit masyarakat yang sebenarnya, kita tidak akan dengan mudah menghakimi seseorang dengan semua kekurangan- kekurangan yang dimilikinya. Kita juga harus menghargai kebebasan- kebebasan yang dimiliki oleh orang lain. Semua orang menginginkan kebebasan meski terbatas adanya. Tidak ada satupun hukum yang menyebutkan bahwa manusia berhak untuk membatasi ruang gerak yang dimiliki oleh orang lain kecuali oleh dan karena hukum dan norma. Seperti halnya para waria ”MERLYN” yang bisa dengan babas mengekspresikan diri lewat karyanya dalam sebuah buku. Selain itu juga para waria dan gay yang ikut ambil bagian dalam peragaan busana dan kontes waria yang sempat mendapat kecaman dan protes keras di Indonesia.
Kecuali itu semua, masih banyak karya- karya serta partisipasi kaum waria yang layak untuk kita akui. Selama para waria dan gay menghormati dan menghargai hak- hak kita, kita juga memiliki kwajiban untuk menghormati serta menghargai hak- hak mereka. Mereka mempunyai hak, kwajiban dan kedudukan yang sama dengan kita meski mereka memiliki sifat, tingkah serta perilaku yang jelas- jelas berbeda dengan kita. Bagaimanapun kita harus bisa mengakui keberadaan mereka.
Maka dari ini dalam posisi dan situasi apapun kita harus berusaha untuk menempatkan diri dalam kehidupan sehari- hari. Selain itu juga kita harus mengambil segi positif.